1.
Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan
manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem
yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua
orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran
yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau
hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima
bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut
disebut tidak adil.
Keaadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia
sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan
perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara
sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa
diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang
menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi
apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada
nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan
itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban.
Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban.
Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa
yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan
bersama.
1.2. Berbagai Macam Keadilan
1.
Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan
substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya.
Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu
disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal
2.
Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana
bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama
diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3.
Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban
masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini
merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan
menghancurkan pertalian dalam masyarakat
1.3. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan
seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan
kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu
kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan
perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan
yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati
nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
1.4. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau
tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang
atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya
atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan
orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan
tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang
bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang
melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek
teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya
akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi,
apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka
manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah
kecurangan.
1.5. Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik
adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati
agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia
menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin
yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah
laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan
itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi,
cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau
tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus
tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan
harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan
kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh
kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela,
tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
1.6. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain.
Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah
laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya
pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat.
Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak
bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.
Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu.
Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan
amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan
kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan
kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak
dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
2.
Manusia dan Pandangan Hidup
Setiap manusia di dunia ini tentu mempunyai pandangan
hidupnya masing-masing yang perlu dipersiapkan secara rinci sejak dini agar
dapat terlaksana sesuai dengan harapan pada waktu yang tepat. Pandangan hidup
sendiri bersifat kodrati, yang telah diberikan oleh Tuhan kepada setiap
manusia. Adapun pengertian pandangan hidup itu adalah pendapat ataupun pertimbangan yang dijadikan sebagai
pegangan, pedoman, arahan, atau petujuk hidup di dunia agar dapat menjalani
hidup yang lebih baik lagi dengan adanya pandangan hidup tersebut. Pendapat
atau pertimbangan di sini merupakan hasil pemikiran manusia itu sendiri yang
berdasarkan pengalaman hidup atau sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Pada dasarnya, pandangan hidup mempunyai empat unsur yang
saling terkait satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan, yaitu cita-cita,
kebijakan, usaha, dan keyakinan atau kepercayaan. Yang dimaksud dengan
cita-cita adalah apa yang ingin dicapai dengan usaha atau perjuangan yang akan
ditempuh untuk mendapatkannya. Tujuan yang ingin dicapai adalah kebajikan.
Kebajikan adalah segala sesuatu hal yang baik yang dapat manusia itu bahagia,
makmur dan tentram. Usaha atau perjuangan yaitu kerja keras yang dilandasi oleh
kepercayaan dan keyakinan. Keyakinan atau kepercayaan itu dapat diukur
dengan kemampuan akal, kemampuan
jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Seperti yang sedang berkembang di berbagai penjuru dunia
saat ini, yaitu semakin maraknya kasus terorisme dan bom bunuh diri yang
mengatasnamakan agama yang merenggut banyak korban dan materi yang tidak
sedikit. Masalah ini terjadi akibat kurang tepatnya pandangan suatu kelompok
terhadap masalah kehidupan yang sedang terjadi.
Mereka menafsirkan suatu ajaran secara sepotong-sepotong dan hanya
berdasarkan pada satu atau dua sumber saja tanpa melihat keadaan sekitarnya.
Mereka berpandangan bahwa semua orang yang menentang atau
memusuhi keyakinannya adalah musuh bagi mereka dan itu harus dimusnahkan dari
muka bumi ini untuk terciptanya kehidupan yang aman dan sejahtera. Padahal jika
diperhatikan lebih dalam sebenarnya pandangan mereka terhadap masalah tersebut
adalah kurang tepat, tidak sewajarnya orang yang keliru ditiadakan tanpa
memberi kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar.
Akan tetapi nampaknya pandangan seperti itu seperti sudah
mendarah daging pada diri mereka dan para pengikutnya. Bahkan mereka
beranggapan bahwa jika melakukan hal tersebut maka akan mendapat suatu pahala
yang besar dan kalaupun mereka meninggal dalam menjalankan aksi mereka tersebut
dianggap sebagai mati syahid. Padahal jika dinilai justru perbuatan yang mereka
lakukan itu sangat sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan.
Lebih parahnya lagi, mereka juga tidak segan-segan untuk
menyebarkan ajarannya tersebut kepada orang-orang yang di sekitar mereka
sehingga pengikut mereka menjadi bertambah banyak. Dan hal tersebut tidak akan
berhenti sebelum apa yang mereka inginkan tercapai.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, meskipun pimpinan
gembong teroris sudah banyak yang tertangkap tetapi terorisme masih terus
terjadi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ajaran yang mereka ajarkan masih belum
mati dan terus berjalan sehingga siapa saja bisa menerukan ajaran tersebut
meskipun sang pemimpin telah tiada, karena mereka bisa membentuk kader-kader
pemimpin baru.
Untuk masalah tersebut hal yang harus dibenahi sebenarnya
adalah pandangan hidup pada pribadi masing masing orang tersebut. Kalau yang
dibasmi adalah pemimpinnya itu belum bisa menuntaskan permasalahan karena
pengikutnya masih banyak dan hal itu sulit untuk ditelusuri satu per satu.
Kalau pandangan hidup mereka sudah kembali ke jalan yang benar, tidak perlu
lagi diperintah pun mereka akan menghentikan aksi yang mereka jalankan sekarang
ini dengan kesadaran pribadi.
Pandangan hidup banyak sekali macam dan ragamnya. Akan
tetapi berikut adalah klasifikasi berdasarkan asalnya, antara lain:
1.
Pandangan hidup yang berasal dari agama, yaitu
pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
2.
Pandangan hidup yang berupa ideologi, yang
disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat
pada Negara tersebut.
3.
Pandangan hidup hasil renungan, yaitu pandangan
hidup yang relatif kebenarannya.
Orang yang memiliki pandangan hidup pasti memiliki tujuan,
dan tujuan ini biasa disebut cita-cita. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia,
yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, atau tujuan yang selalu ada
dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang ingin
dicapai seseorang pada masa mendatang. Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau
belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan.
Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang
akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang
mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor berikut:
1.
Faktor manusia ;
2.
Faktor kondisi ; dan
3.
Faktor tingginya cita-cita
Terdapat formula sukses yang dapat kita jadikan pedoman
untuk menggapai cita-cita kita. Pertama, kita harus mengubah belief system
(keyakinan dan tujuan) kita. Kedua, kita harus mengubah cara berpikir kita dan
emosi kita. Ketiga, mengubah segala keputusan kita yang dapat menghambat
cita-cita kita. Keempat, kita harus mengubah segala tindakan-tindakan buruk
kita. Dari semua itu kita akan mendapatkan hasil yang menjadi keyakinan dan
tujuan kita dari awal.
Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dicapai melalui
kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan
hasil melamun cenderung tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu
yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak.
Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail
dan fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai,
harus disesuaikan dengan kemampuan yang kita miliki.
Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa
menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan
dicintai orang banyak dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan
motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain
atau membaca atau melihat film motivasi hidup seperti Laskar Pelangi.
2.2. Langkah-langkah
Berpandangan Hidup yang Baik
Setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup apapun dan
bagaimanapun itu untuk dapat mencapai dan berhasil dalam kehidupan yang
diinginkannya. Tetapi apapun itu, yang terpenting adalah memiliki pandangan
hidup yang baik agar dapat mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik pula.
Adapun langkah-langkah berpandangan hidup yang baik yakni:
2.2.1.
Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan
tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam jal ini mengenal apa
itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu
pasti mempunyai pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan
hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum manusia
itu belum turun ke dunia.
2.2.2.
Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah
mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu
sendiri. Bila dalam bemegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam
berpandangan hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti apa Pancasila dan
bagaimana mengatur kehidupan bemegara. Begitu juga bagi yang berpandangan hidup
pada agama Islam. Hendaknya kita mengerti apa itu Al-Qur’an, Hadist dan ijmak
itu dan bagaimana ketiganya itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di
akhirat.
2.2.3.
Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti pandangan hidup adalah
menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangan hidup kita
memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hdiup itu
sendiri.
Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai
yang terkandung didalamnya, yaitu dengan memperluas dan mernperdalam
pengetahuan mengenai pandangan hidup itu sendiri. Langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam rangka menghayati ini, menganalisa hal-hal yang berhubungan
dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu dan
lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu atau mengenai pandangan
hidup itu sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh
mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
2.2.4.
Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara
kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun negara dan dari
kehidupan di akherat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah
kita hayati itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh
suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
2.2.5.
Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang penting dalam
menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh
dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan
manfaatnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini dapat dirasakan oleh
pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud di masa masih hidup
dan atau sesudah meninggal yaitu di alam akhirat.
3.
Manusia dan Tanggung Jawab
Dalam konteks sosial manusia merupakan makhluk sosial. Ia
tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat nilai-nilai selera sendiri.
Nilai-nilai yang diperankan seseorang dalam jalinan sosial harus dipertanggung
jawabkan sehingga tidak mengganggu konsensus nilai yang telah disetujui
bersama.
Tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban
adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang, kewajiban merupakan
tandingan terhadap hak, dan dapat juga tidak mengacu kepada hak, maka tanggung
jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya.
Kewajiban dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Kewajiban terbatas
b) Kewajiban tidak terbatas
3.1. Pengertian
Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri
manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal.
Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian
orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena
pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar
yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi
tanggung jawab masing-masing individu berbeda.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja.tanggung jawab
juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang berani
menghadapi masalahnya sendiri.
3.2. Macam-Macam Tanggung Jawab
Ada beberapa jenis tanggung jawab, yaitu :
1.
Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri, menuntut kesadaran
setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan
kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan
masalah-masalah mengenai dirinya sendiri. Menurut sifat dasarnya, manusia
adalah makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi, karena itu
manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, dan angan-angan sendiri.
2.
Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Tiap anggota keluarga
wajib bertanggung jawab pada keluarganya. Tanggung jawab ini tidak hanya
menyangkut nama baik keluarga, tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3.
Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan
manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain
tersebut. Sehingga dengan demikian, manusia disini merupakan anggota masyarakat
yang tentunya mempunyai tanggung jawab, agar dapat melangsungkan hidupnya di
dalam masyarakat tersebut.
4.
Tanggung Jawab Kepada Bangsa / Negara
Setiap manusia atau individu adalah warga negara suatu
negara. Dalam berpikir dan bertindak, manusia terikat oleh norma-norma dan
aturan. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Jika perbuatannya salah,
dan melanggar aturan dan norma tersebut, maka manusia itu harus bertanggung
jawab kepada bangsa atau negaranya.
5.
Tanggung Jawab terhadap Tuhan
Penciptaan manusia dilandasi oleh sebuah tujuan luhur. Maka,
tentu saja keberadaannya disertai dengan berbagai tanggung jawab. Konsekuensi
kepasrahan manusia kepada Allah Swt, dibuktikan dengan menerima seluruh
tanggung jawab (akuntabilitas) yang datang dari-Nya serta melangkah sesuai
dengan aturan-Nya. Berbagai tanggung jawab ini, membentuk suatu relasi tanggung
jawab yang terjadi antara Tuhan, manusia dan alam. Hal tersebut meliputi antara
lain: tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia terhadap
sesama, tanggung jawab manusia terhadap alam semesta serta tanggung jawab
manusia tehadap dirinya sendiri. Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan meliputi
dua aspek pokok. Pertama, mengenal Tuhan. Kedua, menyembah dan beribadah
kepada-Nya.
3.3. Pengabdian dan Pengorbanan
Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan.
Pengabdian dan pegorbanan adalah perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu
sendiri. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun
tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau satu
ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakekatnya
adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk
mencapai kebutuhan, hal itu berarti mengabdi keapada keluarga. Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi
merupakan mahluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi
kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada uhan, dan
merupakan perwujudan tanggung jawab kepad Tuhan.
Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang
berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarati pemberian untuk menyatakan
kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung
keikhalasan yangtidak menganadung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas
kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata. Perbedaan antara pengabdian dan
pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan.
Antara sesame kawan sulit dikatakan pengabdian karena kata pengabdian
mengandung arti lebih rendah tingkatannya, tetapi untuk kata pengorbanan dapat
juga diterapkan kepaa sesame teman..
Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan
dapat berupa harta benda, pikiran dan perasaan, bahkan dapat juga berupa
jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada
perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan sja diperlukan. Pengabdian lebih banyak
menunjuk pada perbuatan sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk pada
pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya. Dalam
pengabdian selalu dituntut pengorbanan, tetapi pengorbanan belum tentu menuntut
pengabdian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar